MAKE YOU ALWAYS COOL, CALM AND CONFIDENCE

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Prinsip Olah Raga Untuk Kesehatan Pria

Senin, 19 Desember 2011 , Posted by Fashion at 04.57

Olah raga untuk kesehatan, suatu kalimat yang mungkin sudah sering kita dengarkan baik dari media, tenaga kesehatan, maupun dari teman-teman dan keluarga.
Tapi aplikasi nya ternyata tidak sesederhana apa yang kita dengarkan, contoh hampir semua dokter menyarankan pasiennya untuk berolah raga, dan yang jadi masalah dokter-dokter tersebut hampir tidak pernah merinci olah raga apa yang harus dilakukan, berapa banyak, berapa lama dan apa parameter keberhasilannya.
Kenapa demikian? Tentu alasannya bermacam-macam, dari ngak ada waktu untuk menjelaskan, terlalu ribet untuk dijelaskan, pasiennya sendiri belum tentu mau berolah raga, mungkin dokternya tidak sepenuhnya mengerti tentang prinsip olah raga, dan yang hampir pasti dokternya sendiri tidak berolah raga.
Olah raga ibarat sebuah obat untuk suatu penyakit, dan sebagaimana obat tentu dibutuhkan indikasi terapi, jenis obat, dosis, durasi pemakaian dan kombinasi dengan obat atau modalitas kesehatan lain.
Prinsip olah raga dalam menjaga kesehatan maupun mengobati penyakit kurang lebih sama dengan obat. Bahkan saat ini olah raga dapat diresepkan oleh dokter sebagai bagian dari manajemen/terapi suatu penyakit/kondisi kesehatan.
Untuk itu tentu dibutuhkan pengetahuan tentang indikasi penyakit, tipe, intensitas, frekuensi dan durasi olah raga serta kombinasi dengan modalitas terapi lain seperti diet, nutrisi tambahan, obat-obatan bahkan hormon terapi untuk optimalisasi hasil.
Contoh dalam kasus kesehatan pria adalah disfungsi ereksi, yang mana penyebabnya multi faktor mulai gangguan vaskularisasi/aliran darah ke penis, ketidakseimbangan hormon terutama hormon testosteron, kelemahan otot-otot dasar panggung yang menunjang kualitas ereksi, dll.
Olah raga ibaratkan obat dalam kasus tersebut, jika indikasi nya karena gangguan vaskularisasi/aliran darah ke penis maka tipe olah raga yang dipilih adalah yang mampu menunjang kesehatan jantung dan pembuluh darah, yaitu tipe aerobic exercise, contohnya joging, renang, bersepeda (dengan posisi yang tidak menekan daerah testis), steping dll.
Setelah kita tentukan tipe nya berikutnya ditentukan frekuensi, durasi dan intensitasnya. Untuk pemula (yang hapir tidak pernah berolah raga) tentu dimulai dari frekuensi latihan 3-4 kali per minggu, durasi antara 15-30 menit, dan intesitas ringan (40-60% dari denyut jantung maksimal), setelah periode 4-8 minggu secara bertahap dilakukan peningkatan mulai dari frekuensi 4-7 kali per minggu, durasi antara 20-45 menit, dan intesitas sedang (60-80% dari denyut jantung maksimal).
Jika penyebab disfungsi ereksi tersebut karena ketidakseimbangan hormon terutama akibat rendahnya hormon testosteron, maka tipe latihan yang dipilih adalah latihan beban (resistance exercise), karena tipe inilah yang paling efektif dalam meningkatkan hormon-hormon yang bersifat anabolik seperti testosteron, DHEA, adrenostenodiol dan growth hormon, juga dapat menekan hormon yang bersifat katabolik seperti kortisol, latihan beban bahkan dapat meningkatkan kepekaan hormon insulin sehingga dapat menunjang kesehatan pria yang mengalami diabetes.
Seperti layaknya obat, latihan beban pun membutuhkan dosis dan takaran yang tepat. Latihan beban berlebih (over training) justru menekan hormon-hormon yang bersifat anabolik dan meningkatkan hormon yang bersifat katabolik, akibatnya bukan saja program olah raga tersebut tidak memberikan hasil bahkan dapat memperburuk kondisi kesehatan penderita.
Karena itu latihan beban pun perlu diprogram berdasarkan kaidah-kaidah ilmiah, contohnya frekuensi latihan beban tidak lebih dari 3-4 kali per minggu, dan tidak diperbolehkan melatih otot yang sama dalam periode kurang dari 48 jam. Intensitas latihan beban sedang-tinggi (6-12 repetisi), 3-4 set per bagian otot dengan masa istirahat antar set kurang dari 3 menit (1-3 menit). Durasi tiap latihan tidak lebih dari 60 menit.
Latihan beban lebih dari 60 menit, frekuensi lebih berlebih tanpa disertai isirahat yang cukup justru meningkatkan hormon kortisol yang bersifat katabolik, dan secara tidak langsung menekan hormon yang bersifat anabolik, sehingga tidak saja latihan tersebut kurang mendapatkan manfaat, tapi juga dapat memperburuk kondisi kesehatan.
Dan yang tidak kalah pentingnya adalah modalitas penunjang yaitu diet dan istirahat, diet yang salah tentu tidak hanya menghambat progres dan hasil latihan tapi juga dapat menimbulkan efek samping yang mengganggu kesehatan seperti makan makanan padat sesaat sebelum latihan dapat menimbulkan mual muntah hingga kram perut, menimbulkan peningkatan hormon insulin yang berakibat pada turunnya kadar gula darah sehingga menimbulkan perasaan lemas dan yang pasti menggangu performance dalam latihan.
Menunda makan setelah latihan berakhir tidak saja membuat perut keroncongan tapi dapat meningkatkan hormon stress yaitu kortisol yang bersifat katabolik dan menekan hormon testosteron yang bersifat anabolik.
Istirahat yang kurang tidak hanya membebani tubuh tapi juga berakibat pada terganggunya regulasi hormonal yang berperan dalam pemulihan tubuh pasca latihan. Hormon testosteron dan growth hormon mulai meningkat 5-15 jam pasca latihan dan mencapai puncaknya 24-48 jam pasca latihan (tergantung pada intensitas latihan, nutrisi, stress dan kebugaran tubuh), jika kita tidak mendapatkan istirahat yang cukup pada periode

Currently have 0 komentar:

Leave a Reply

Posting Komentar

Entri Populer

Latest News